Senin, 01 Desember 2014

Banyak hal yang bisa memicu emosi atau kemarahan orangtua. Menurut psikolog Aurora L. Toruan, Msi, marah, sebagai suatu bentuk emosi dan perilaku, memang memiliki sisi positif dan negatif. Pada umumnya, rasa marah yang muncul sehari-hari cenderung singkat dan dalam intensitas yang rendah. Marah yang demikian, masih terhitung wajar.
“Bila disampaikan dengan cara yang pantas, rasa marah dapat membantu individu mengekspresikan perasaannya. Selain itu juga membuatnya mengatasi masalah yang sedang dihadapi dan mencapai suatu tujuan positif,” katanya.
Namun bila rasa marah sudah semakin meningkat dan diri sendiri tak mampu mengendalikannya, seringkali kemarahan disertai tindakan atau perilaku kasar yang menyakiti orang lain. Inilah sisi negatif dari kemarahan.
Menjadi Role Model
Kemarahan orangtua kepada anak bertujuan agar anak memahami aturan-aturan yang ada, khususnya apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
Pasalnya, dengan memahami aturan, anak akan mampu berperilaku sesuai norma masyarakat yang berlaku. Sebagai contoh, ketika anak memukul adiknya, sudah selayaknya orangtua menegur dan menunjukkan bahwa perilaku anak tersebut salah karena bisa menyakiti adiknya. Lebih lanjut, orangtua bisa mengarahkan agar Si Kakak berbicara secara santun bila ada yang tidak disukai dari adiknya.
“Dengan menegur dan membimbing, orangtua berharap anak tidak mengulang lagi cara yang salah ketika mengalami ketidaknyamanan. Selanjutnya, nilai ini diharapkan akan diterapkan di lingkungan saat ia bertemu teman-temannya.”
Bila ingin anak memiliki kemampuan yang baik dalam memahami aturan dan memecahkan masalah, kuncinya adalah dengan memberikan contoh.
Pengalaman cara orangtuanya menyelesaikan masalah yang disaksikannya, akan ditiru. “Apakah ia akan tenggelam dalam kemarahan, frustrasi, dan merasa tidak berdaya? Ditambah dengan menyalahkan orang lain sebagai penyebab kegagalan dirinya sendiri? Atau, ia akan mencoba memperbaiki kesalahan dengan menenangkan diri serta mencari berbagai alternatif?” urai Aurora.
Beri Penjelasan
Namun, lebih lanjut ia mengingatkan, saat menegur anak berikan penjelasan yang memadai . Pasalnya jika tidak diiringi penjelasan memadai, anak akan merasa dirinya selalu salah dan takut salah sebelum melakukan sesuatu.
“Anak juga akan merasa diri tidak mampu dan akhirnya membentuk konsep diri yang negatif. Ini akan membuatnya menjalani kehidupannya dengan berperilaku sesuai konsep diri yang negatif tersebut. Dengan kata lain, akan terbentuk pikiran bahwa dirinya serba tidak bisa, kurang disayang, atau kurang dapat membanggakan orangtua.”
Teguran Jelas
Aurora melanjutkan, orangtua perlu menyampaikan teguran dengan jelas dan tegas. “Jadi bukan sekadar mengekspresikan rasa marah untuk menimbulkan rasa bersalah pada diri anak saja. Bukan juga untuk menunjukkan siapa yang lebih berkuasa atau yang lebih benar sehingga anak harus patuh.”
Selain mengingatkan atau memberi tahu konsekuensi dari ulah Si Kecil, memang ada saatnya orangtua pun perlu memberikan penekanan atau ketegasan bila anak masih melakukan kesalahan yang sama.
“Yang perlu diperhatikan bukan semata apa yang diucapkan, tetapi juga bagaimana kemarahan itu disampaikan. Kalau sambil berteriak, hanya akan memancing balasan dan membentuk pola perdebatan saja.”

Semoga Bermanfaat....
Categories: ,

0 komentar:

Posting Komentar

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!